Pancasila merupakan suatu kesatuan, sila yang satu tidak bisa pisahkan dari sila yang lainnya; keseluruhan sila di dalam pancasila merupakan suatu kesatuan organis,atau suatu kesatuan keseluruhan yang bulat. Adapun susunan sila-sila Pancasila adalah sistematis-hierarkhis, artinya kelima sila Pancasila itu menunjukan suatu rangkaian urut-urutan yang bertingkat (hierarkhis). Tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu. Sehingga tidak dapat digeser-geser atau dibalik-balik. Sekalipun sila-sila di dalam Pancasila itu merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepas-pisahkan satu dari yang lainya, namun dalam hal memahami hakekat pengertiannya sangatlah diperlukan uraian sila demi sila.
Hal ini dapat di gambarkan sebagai
berikut:
Sila I :”Ketuhanan Yang Maha Esa” meliputi dan menjiwai sila
II,III,IV, dan V
Sila II :”Kemanusiaan yang Adil Dan Beradab” diliputi dan dijiwai
sila I,meliputi dan
menjiwai sila III,IVdan V
Sila III :”Persatuan Indonesia” diliputi dan dijiwai sila I, dan
II,meliputi dan menjiwai
sila IVdanV
Sila IV:”Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan” diliputi dan dijiwai sila I,II,II, meliputi dan
menjiwai sila V.
Sila V:”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” diliputi dan dijiwai
sila
I,II,III,dan IV
Untuk lebih jelas contohnya sebagai berikut: faham kemanusiaan dimiliki
oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia faham kemanusiaan
sebagai yang dirumuskan dalam sila II adalah faham kemanusiaan yang dibimbing
oleh ke-Tuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Inilah yang dimaksud dengan sila II diliputi dan dijiwai oleh sila I,
begitu pula sila-sila yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sila
II,III,IV,V pada hakekatnya merupakan penjabaran dan penghayatan dari sila I.
Adapun
susunan sila-sila pancasila adalah sistematis-hierarkhis, artinya kelima sila
itu menunjukan suatu rangkaian yang bertingkat (heararkhis). Sekalipun
sila-sila di dalam Pancasila merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan satu dari yang lainnya ,namun dalam memahami hakikat
pengertiannya sangat diperlukan uraian sila demi sila. Uraian atau penafsiran
haruslah bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh
UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Pengertian Sila-Sila Pancasila
1. Sila Pancasila: Ke-Tuhanan yang Maha Esa.
Ketuhanan
berasal dari kata Tuhan, ialah pencipta
segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal,
tiada sekutu, Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya,
artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi
satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat
disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya.
Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu
kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau
dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas
keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk
memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan
dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang
anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan
agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan
yang Maha Esa (atheisme). Sebagai sila pertama Pancasila ketuhanan yang Maha
Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta
membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan
Indonesia yang telah membentuk Negara republic Indonesia yang berdailat penuh,
bersipat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hakekat pengertian itu sesuai dengan:
a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat Allah
yang maha kuasa….”
b. Pasal 29 UUD 1945:
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Inti sila ketuhanan
yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan hakikat
Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam segala
aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai
yang berasal dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa
pendukung pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat
kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai
makhluk tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara manusia dengan tuhan juga
memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah sebagai sebab yang pertama atau
kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah merupakan ciptaan
tuhan (Notonagoro)
Hubungan manusia dengan tuhan,
yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban manusia sebagai
makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama. Maka menjadi suatu kewajiban
manusia sebagai makhluk tuhan, untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang
hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Disis
lain Negara adalah suatu lembaga kemanusiaan suatu lembaga kemasyarakatan yang
anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia untuk manusia,
bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai warganya. Maka
Negara berkewajiban untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran, kesejahteraan,
keadilan perdamaian untuk seluruh warganya.
Maka
dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari manusia, karena
Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri atas
manusia-manusia, adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi
hubungan Negara dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab
akibat yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia
dan manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka sudah menjadi suatu keharusan
bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang berasal dari tuhan.
Jadi
hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila ketuhanan
yang maha esa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak langsung.
Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai agama
, nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman
dahulu kala yang konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan
berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang mempunyai potensi , rasa,
karsa, dan cipta karena potensi inilah manusia menduduki martabat yang tinggi
dengan akal budinya manusia menjadi berkebudayaan, dengan budi nuraninya
manusia meyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung arti bahwa suatu
keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang obyektif tidak
subyektif apalagi sewenang-wenang.
Beradab
berasal dari kata adab, yang berarti budaya. Mengandung arti bahwa sikap hidup,
keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai budaya, terutama norma sosial
dan kesusilaan. Adab mengandung pengertian tata kesopanan kesusilaan atau
moral. Jadi: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap
dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi,
sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan. Di dalam sila kedua kemanusiaan
yang adil yang beradab telah tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap yang
adil dan beradab memenuhi seluruh hakekat mahluk manusia. Sila dua ini diliputi
dan dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab
bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
kodrat manusia sebagai ciptaa-Nya. Hakekat pengertian diatas sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 alenia yang pertama dan pasal-pasal 27,28,29,30 UUD 1945.
Inti sila
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya
dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk
Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara
Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia.
Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri
atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu
tujuan bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara
harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis
, terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara
berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan
makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya
dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu
sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara
Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk
individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk
social , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara
keseluruhan .
Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah
monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk social secara
serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia
bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya
menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua
sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan
seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus
sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri
dan makhluk tuhan.
3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan
berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah belah persatuan berarti
bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Indonesia
mengandung dua makna yaitu makna geograpis dan makna bangsa dalam arti politis.
Jadi persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia bersatu karena didorong untuk
mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat,
persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah
perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh sila I
dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa,
sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa yang
padu tidak terpecah belah oleh sebab apapun. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD1945 alenia ke
empat dan pasal-pasal 1,32,35,dan 36 UUD 1945
4. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Kerakyatan
berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia dalam suatu wilayah
tertentu kerakyatan dalam hubungan dengan sila IV bahwa “kekuasaan yang
tertinggi berada ditangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan
pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan
kesatuan bangsa kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan
bertanggung jawab. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian
Indonesia untuk merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak
rakyat hingga mencapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau
mupakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedura)
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara
melalui badan-badan perwakilan.
Jadi sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui
sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musawarah
dengan pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang
maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD alenia empat dan
pasal-pasal 1,2,3,28 dan 37 UUD 1945.
5. Sila ke V: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan
social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidabg
kehidupan, baik materi maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah
kekuasaan Republik Indonesia maupun warga Negara Indonesia yang berada di luar
negeri. Jadi sila ke V berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan
yang adil dalam bidang hukum, politik, social, ekonomi dan kebudayaan.
Sila
Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan
tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata
masyarakat adil-makmur berdasarkan Pancasila. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea kedua
dan pasal-pasal 23, 27, 28, 29, 31 dan 34 UUD 1945.
Inti
sila kelima yaitu “keadilan” yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan
Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan
wajib pada kodrat manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia ,
yaitu hubungan keadilan antara manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan
hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam hubungan hidup manusia dengan dirinya
sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai dengan makna yang terkandung dalam
pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya
hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua ini terjelma dalam
sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang telah menjadi
haknya oleh karena itu inti sila keadilan social adalah memenuhi hakikat adil.
Realisasi
keadilan dalam praktek kenegaraan secara kongkrit keadilan social ini
mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat manusia
monodualis , yaitu sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk social.
Hal ini menyangkut realisasi keadilan dalam kaitannya dengan Negara Indonesia
sendiri (dalam lingkup nasional) maupun dalam hubungan Negara Indonesia dengan
Negara lain (lingkup internasional)
Dalam
lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi (keadilan
segitiga) yaitu:
1. Keadilan
distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara
wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap
warganya apa yang telah menjadi haknya.
2. Keadilan bertaat
(legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara. Jadi
dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan
terhadap negaranya.
3. Keadilan
komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya,
atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Selain
itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi seluruh unsur
manusia, jadi juga bersifat monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya
hakikat mutlak manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan
maupun yang kejiwaan, baik dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari orang lain,
semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan
hubungan manusia dengan Tuhannya.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila mempunyai kedudukan dan peran
utama sebagai dasar filsafat Negara. Dengan kedudukannya, Pancasila mendasari
dan menjiwai semua proses penyelenggaraan Negara dalam berbagai bidang serta
menjadi rujukan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bersikap dan bertindak
dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila
memberikan suatu arah dan criteria yang jelas mengenai layak atau tidaknya
suatu sikap dan tindakan yang dilakukan oleh setiap warga Negara Indonesia
dalam kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Proses
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari dimensi kehidupan
politik, akan tetapi kehidupan politik di setiap Negara tentu saja berbeda.
Salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan ideologi.
Kehidupan
politik rakyat Indonesia selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila yang
merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan
hal tersebut, proses pembangunan politik yang sedang berlangsung di Negara kita
ini harus diarahkan pada proses implementasi sistem politik Pancasila yang
handal.
2. Daftar Pustaka
Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta
Notonegoro.
1985. Beberapa hal Mengenai Filsafat Pancasila. Yogyakarta
Sonoto.
1985. Mengenal Filsafat Pancasila. Jakarta
Maaf, yang legal itu sepertinya nya perlu di ralat, yang Negaralah (.menjadi wargalah ) yang wajib memenuhi keadilan terhadap Negaranya, maturnuwun
ReplyDeletehakikat kdlima sila pancasila adalah
ReplyDeletehttp://basbahanajar.blogspot.com/2018/06/hakikat-kelima-sila-pancasila-adalah.html