Sriwijaya (atau juga
disebut Srivijaya; Thai: ศรีวิชัย atau "Ṣ̄rī
wichạy") adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di
pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa,
dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti
"bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti
"kemenangan" atau "kejayaan", maka nama
Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang".
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan
Buddha yang berdiri di Sumatera pada abad
ke-7. Pendirinya adalah Dapunta Hyang. Kerajaan ini pernah menjadi kerajaan
terbesar di Nusantara, bahkan mendapat sebutan Kerajaan Nasional I sebab
pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di
sekitarnya.
Letaknya sangat strategis.
Wilayahnya meliputi tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan sampai ke Selat
Malaka (merupakan jalur perdagangan India – Cina pada saat itu), Selat Sunda,
Selat Bangka, Jambi, dan Semenanjung Malaka.
Sumber-sumber sejarah
1) Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba
ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di
Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau
tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis,
Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan
I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama
Buddha.
Pelayarannya maju karena kapal-kapal
India singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di
Sriwijaya dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Buddha Mahayana.
I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di
pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685.
Berita Cina dari dinasti Tang
menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang
terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan
bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut
San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2) Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya
negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak
menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita
lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan
Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa
(Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
3) Berita dari India
Prasasti Leiden Besar yang ditemukan
oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya pemberian tanah
Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh
Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di
Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa
Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari
pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari
Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Hal ini merupakan wujud penghargaan
sebab Raja Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda.
Selain itu, prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai
raja terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja
Nalanda untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.
4) Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri
mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa
Melayu Kuno.
Ø Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M)
ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
Ø Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M)
ditemukan di sebelah barat Pelembang.
Ø Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M)
ditemukan di Bangka.
Ø Prasasti ini menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap
Tarumanegara yang membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi:
"Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."
Ø Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi
prasasti ini memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil,
melainkan memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini
juga memuat penaklukan Jambi.
Ø Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini
menyebutkan bahwa negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan
putra-putra raja: Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota
kedua), dan Rajakumara (tidak berhak menjadi raja).
Ø Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di
Tanah Genting Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah
Genting Kra (Melayu) oleh Sriwijaya
Ø Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di
Lampung berisi penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad
ke-7.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah
Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua, Raja
Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan
wilayah di sekitar Jambi. Ketiga, Sriwijaya semula tidak berada di sekitar
Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara Sungai
Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan Palembang,
barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.
Kehidupan politik
Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan
besar dan masyhur. Selain mendapat julukan sebagai Kerajaan Nasional I,
Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan armada lautnya yang
kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah Dapunta Hyang (pendiri Sriwijaya)
Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman. Berdasarkan Prasasti Kedukan
Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah Kerajaan
Sriwijaya dari Minangatwan sampai Jambi.
Pemerintahan Raja Balaputradewa
berhasil mengantarkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan mencapai masa
kejayaan. Balaputradewa adalah putra Raja Syailendra, Samaratungga, yang karena
dimusuhi saudarinya, Pramodhawardhani (istri Raja Pikatan dari wangsa Sanjaya),
terpaksa melarikan diri ke Sriwijaya. Saat itu, Sriwijaya diperintah oleh Raja
Dharmasetu, kakek dari ibunda Balaputradewa.
Raja ini tidak berputra sehingga kedatangan
Balaputradewa disambut dengan baik, bahkan diserahi takhta dan diangkat menjadi
raja di Sriwijaya. Dalam masa pemerintahannya, Sriwijaya mengadakan hubungan
dengan Nalanda dalam bidang pengembangan agama Buddha. Pada masa pemerintahan
Sanggrama Wijayattunggawarman, Sriwijaya mendapat serangan dari Kerajaan
Colamandala. Sang Raja ditawan dan baru dilepaskan ketika Colamandala
diperintah Raja Kolottungga I.
Kehidupan ekonomi
Letak Sriwijaya sangat strategis,
yakni di tengah jalur perdagangan India - Cina, dekat Selat Malaka yang
merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah di Asia Tenggara. Menurut Coedes,
setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya berusaha menguasai wilayahnya agar
dapat memperluas kawasan perdagangannya.
Untuk mengawasi kelancaran
perdagangan dan pelayarannya, Sriwijaya menguasai daerah Semenanjung Malaya,
tepatnya di daerah Ligor. Adanya hubungan perdagangan dengan Benggala dan
Colamandala di India, lalu lintas perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor
Sriwijaya terdiri atas gading, kulit, dan beberapa jenis binatang. Adapun
impornya adalah sutra, permadani, dan porselin.
Di bidang perdagangan, Kerajaan
Sriwijaya mempunyai hubungan perdagangan yang sangat baik dengan saudagar dari
Cina, India, Arab dan Madagaskar. Hal itu bisa dipastikan dari temuan mata uang
Cina, mulai dari periode Dinasti Song (960-1279 M) sampai Dinasti Ming (abad
14-17 M). Berkaitan dengan komoditas yang diperdagangkan, berita Arab dari Ibn
al-Fakih (902 M), Abu Zayd (916 M) dan Mas‘udi (955 M) menyebutkan beberapa di
antaranya, yaitu cengkeh, pala, kapulaga, lada, pinang, kayu gaharu, kayu
cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan,
rempah-rempah, dan penyu. Barang-barang ini dibeli oleh pedagang asing, atau
dibarter dengan porselen, kain katun dan kain sutra.
kehidupan sosial dan budaya
Sebagai kerajaan besar yang menganut
agama Budha, di Sriwijaya telah berkembang iklim yang kondusif untuk
mengembangkan agama Budha tersebut. Dalam catatan perjalanan I-tsing disebutkan
bahwa, pada saat itu, di Sriwijaya terdapat seribu pendeta. Dalam perjalanan
pertamanya, I-tsing sempat bermukim selama enam bulan di Sriwijaya untuk
mendalami bahasa Sansekerta. I-tsing juga menganjurkan, jika seorang pendeta
Cina ingin belajar ke India, sebaiknya belajar dulu setahun atau dua tahun di
Fo-shih (Palembang), baru kemudian belajar di India. Sepulangnya dari
Nalanda, I-tsing menetap di Sriwijaya selama tujuh tahun
(688-695 M) dan menghasilkan dua karya besar yaitu Ta T‘ang
si-yu-ku-fa-kao-seng-chuan dan Nan-hai-chi-kuei-nei-fa-chuan (A Record of the
Budhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago) yang selesai
ditulis pada tahun 692 M. Ini menunjukkan bahwa, Sriwijaya merupakan salah satu
pusat agama Budha yang penting pada saat itu.
Sampai awal abad ke-11 M, Kerajaan
Sriwijaya masih merupakan pusat studi agama Buddha Mahayana. Dalam relasinya
dengan India, raja-raja Sriwijaya membangun bangunan suci agama Budha di India.
Fakta ini tercantum dalam dua buah prasasti, yaitu prasasti Raja Dewapaladewa
dari Nalanda, yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 M; dan prasasti Raja
Rajaraja I yang berangka tahun 1044 M dan 1046 M.
Prasasti pertama menyebutkan tentang
Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sriwijaya) yang membangun sebuah biara;
sementara prasasti kedua menyebutkan tentang Raja Kataha dan Sriwijaya,
Marawijayayottunggawarman yang memberi hadiah sebuah desa untuk dipersembahkan
kepada sang Buddha yang berada dalam biara Cudamaniwarna, Nagipattana, India.
Kemunduran Sriwijaya
Pada akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami
kemunduran yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
v Faktor geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi
sehingga para pedagang tidak singgah lagi di Sriwijaya.
v Faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan
Siam membuat pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan
mengalami kemunduran.
v Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari
yang dipimpin Kertanegara.
v Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang
lepas dari tangan Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan
Sriwijaya akhirnya benar-benar hancur karena diserang Majapahit.
v Faktor ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat
lepasnya daerah-daerah strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan
lain.
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Kerajaan Sriwijaya"
Post a Comment