Delik Aduan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memiliki
kecenderungan untuk bersosialisasi antara yang satu dengan yang lain untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, manusia membuat suatu kelompok dimana terdapat
hubungan yang erat diantara mereka yang hidup dalam bermasyarakat. Atas dasar
ini manusia disebut sebagai zoon
politicon. Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu melakukan berbagai
interaksi yang menimbulkan suatu akibat.
Dalam masyarakat
itu sendiri terdapat suatu aturan baik peraturan yang timbul dengan sendirinya
selama proses sosialisasi itu berlangsung, maupun aturan yang sengaja dibuat
untuk mengatur dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat itu sendiri. Sikap
tindak dalam melakukan setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tidak
selamanya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Adapun tindakan yang
melanggar aturan atau peraturan hukum pidana tersebut dapat disebut dengan
tindak pidana.
Tindak Pidana adalah
suatu perbuatan yang bila dilanggar akan mendapatkan sanksi yang jelas dan
sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana / KUHP. Dari jenis tindak pidana
dalam KUHP terdapat jenis tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan
apabila ada suatu pengaduan dari pihak yang dirugikan, hal ini diatur dalam Bab
VII KUHP tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan -
kejahatan yang hanya dituntut atas dasar pengaduan. Pengaduan merupakan hak
dari korban untuk diadakan penuntutan atau tidak dilakukan penuntutan karena
menyangkut kepentingan korban, untuk itu dalam perkara delik aduan diberikan
jangka waktu pencabutan perkara yang diatur dalam Pasal 75 KUHP.
1.2 Rumusan Masalah
1) Mengetahui
dan memahami delik aduan
2) Delik
aduan menurut beberapa para ahli
3) Mengetahui
dan memahami jenis-jenis delik aduan
1.3 Tujuan
1) Mahasiswa
Mengetahui dan Memahami Delik aduan
2) Mahasiswa
Mengetahui dan Memahami Jenis-jenis Delik aduan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Delik Aduan
Untuk
memahami apa itu delik aduan, sebaiknya memahami pengertian dari kata atau
peristilahan “delik” itu sendiri. Delik adalah terjemahan dari kata Strafbaar
feit. Terjemahan lain untuk kata strafbaar feit adalah peristiwa pidana,
perbuatan pidana, tindak pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan pelanggaran
pidana. “secara harafiah perkataan strafbaarfeit itu dapat diterjemahkan
sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang
tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum
itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan
ataupun tindakan”. Dengan pemakaian kata peristiwa pidana, maka hal itu tegas
menunjukkan adanya unsur kelakuan dan atau tindakan, berbuat atau lalai berbuat.
Tidak hanya perbuatan yang dapat terlihat secara langsung, tetapi juga
perbuatan yang tidak secara langsung (seperti : menyuruh, menggerakkan dan
membantu) adalah juga dapat dimasukkan sebagai suatu kelakuan. Secara umum,
pengertian delik, baik dalam lapangan Hukum Pidana maupun Hukum Perdata,
dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai
konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan.
Delik aduan (klacht delict)
adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa
dirugikan. Delik aduan sifatnya pribadi/privat, yang memiliki syarat yaitu
harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Selain itu, yang dimaksud dengan
delik aduan/klach delict merupakan pembatasan inisiatif jaksa untuk melakukan
penuntutan. Ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung
persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh
undang-undang. Delik ini membicarakan mengenai kepentingan korban. Pada delik
aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan apabila telah ada pengaduan dari
orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan tersebut. Pengaturan delik aduan
tidak terdapat dalam Buku ke I KUHP, tetapi dijumpai secara tersebar di dalam
Buku ke II. Tiap-tiap delik yang oleh pembuat undang-undang dijadikan delik
aduan, menyatakan hal itu secara tersendiri, dan dalam ketentuan yang dimaksud
sekaligus juga ditunjukan siapa-siapa yang berhak mengajukan pengaduan
tersebut.
Menurut para ahli, delik aduan dapat diartikan sebagai
berikut:
a.
Menurut Samidjo,
delik aduan (Klacht Delict) adalah suatu delik yang diadili apabila yang
berkepentingan atau yang dirugikan mengadukannya. Bila tidak ada pengaduan,
maka Jaksa tidak akan melakukan penuntutan.
b.
Menurut R. Soesilo dari banyak peristiwa
pidana itu hampir semuanya kejahatan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan
(permintaan) dari orang yang kena peristiwa pidana. Peristiwa pidana semacam
ini disebut delik aduan.
c.
Menurut P. A. F Lamintang, tindak pidana
tidak hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.
Tindak pidana seperti ini disebut Klacht Delicten.
Menurut
pendapat para sarjana diatas, kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah bahwa
untuk dikatakan adanya suatu delik aduan, maka disamping delik tersebut
memiliki anasir yang lazim dimiliki oleh tiap delik, delik ini haruslah juga
mensyaratkan adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan untuk
dapat dituntutnya si pelaku. Delik aduan (Klacht Delicten) ini adalah merupakan suatu
delik, umumnya kejahatan, dimana untuk penuntutan perkara diharuskan adanya
pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan sepanjang Penuntut Umum
berpendapat kepentingan umum tidak terganggu dengan dilakukannya penuntutan
atas perkara tersebut.
2.2 Jenis-jenis
Delik Aduan
Dalam ilmu hukum pidana delik aduan
ini ada dua macam, yaitu:
1.
.
Delik Aduan Absolute (Absolute Klacht Delict)
Delik Aduan absolute (absolute
klacht delict)Merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada
pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya hanyalah
perbuatannya saja atau kejahatannya saja. Dalam hal ini bahwa perbuatan dan
orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang tetap bermuara
pada kejahatan yang dilakukan. Oleh karena itu delik aduan absolute ini
mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak boleh
dipisah-pisahkan/onsplitbaar.
Kejahatan-kejahatan yang termasuk
dalamjenis delik aduan absolut seperti :
·
Kejahatan
penghinaan (Pasal 310 s/d 319 KUHP), kecuali penghinaan yang dilakukan oleh
seseoarang terhadap seseorang pejabat pemerintah, yang waktu diadakan
penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si penghina dapat dituntut oleh jaksa
tanpa menunggu aduan dari pejabat yang dihina.
·
Kejahatan-kejahatan
susila (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293 dana Pasal 332 KUHP).
·
Kejahatan
membuka rahasia (Paal 322 KUHP)
Contohnya: A dan B adalah suami
istri. B berzinah dengan C dan D. Dan A hanya mengadukan B telah melakukan
perbuatan perzinahan. Namun, karena tidak dapat dipisahkan/onsplitbaar maka
tidak hanya B saja yang dianggap sebagai pelaku, tetapi setiap orang yang
terlibat suatu perbuatan atau kejahatan yang bersangkutan yaitu C dan D secara
otomatis (sesuai hasil penyelidikan) harus diadukan pula oleh A. Setidaknya delik
perzinahan tidak dapat diajukan hanya terhadap dader/mededader saja, melainkan
harus keduanya dan pihak lain yang terlibat.Adapun macam-macam delik yang
terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam Delik Aduan Absolut, sebagai berikut :?
Pasal 284 KUHP, tentang perzinahan.? Pasal 287 KUHP, bersetubuh di luar
perkawinan dengan seorang wanita berumur di bawah lima belas tahun atau belum
waktunya untuk kawin.? Pasal 293-294 KUHP, tentang perbuatan cabul. ? Pasal
310-319 KUHP (kecuali pasal 316), tentang penghinaan.? Pasal 320-321 KUHP,
penghinaan terhadap orang yang telah meninggal dunia.? Pasal 322-323 KUHP,
perbuatan membuka rahasia.? Pasal 332 KUHP, melarikan wanita.? Pasal 335 ayat
(1) butir 2, tentang pengancaman terhadap kebebasan individu.? Pasal 485 KUHP, tentang
delik pers.2. Delik aduan relative (relatieve klacht delict)Yakni merupakan
suatu delik yang awalnya adalah delik biasa, namun karena ada hubungan
istimewa/keluarga yang dekat sekali antara si korban dan si pelaku atau si
pembantu kejahatan itu, maka sifatnya berubah menjadi delik aduan atau hanya
dapat dituntut jika diadukan oleh pihak korban.Dalam delik ini, yang diadukan
hanya orangnya saja sehingga yang dilakukan penuntutan sebatas orang yang
diadukan saja meskipun dalam perkara tersebut terlibat beberapa orang lain. Dan
agar orang lain itu dapat dituntut maka harus ada pengaduan kembali.
2.
Delik Aduan Relative (Relatieve
Klacht Delict)
Delik
aduan relatif adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan, yang sebenarnya bukan
merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap hal-hal tertentu, justru
diperlukan sebagai delik aduan. Menurut Pompe, delik aduan relatif adalah delik
dimana adanya suatu pengaduan itu hanyalah merupakan suatu voorwaarde van
vervolgbaarheir atau suatu syarat untuk dapat menuntut pelakunya, yaitu
bilamana antara orang yang bersalah dengan orang yang dirugikan itu terdapat
suatu hubungan yang bersifat khusus. Umumnya delik aduan retalif ini hanya
dapat terjadi dalam kejahatan-kejahatan seperti :
·
Pencurian
dalam keluarga, dan kajahatan terhadap harta kekayaan yang lain yang sejenis
(Pasal 367 KUHP)
·
Pemerasan
dan ancaman (Pasal 370 KUHP)
·
Penggelapan
(Pasal 376 KUHP)
·
Penipuan
(Pasal 394 KUHP)
Beberapa hal perbedaan antara delik aduan absolut dengan
delik aduan relatif :
·
Delik
aduan relatif ini penuntutan dapat dipisah-pisahkan, artinya bila ada beberapa
orang yang melakukan kejahatan, tetapi penuntutan dapat dilakukan terhadap
orang yang diingini oleh yang berhak mengajukan pengaduan. Sedangkan pada delik
aduan absolut, bila yang satu dituntut, maka semua pelaku dari kejahatan itu
harus dituntut juga.
·
Pada
delik aduan absolute, cukup apabila pengadu hanya menyebutkan peristiwanya
saja, sedangkan pada delik aduan relatif, pengadu juga harus menyebutkan orang
yang ia duga telah merugikan dirinya.
·
Pengaduan
pada delik aduan absolut tidak dapat di pecahkan (onsplitbaar),
sedangkan Pengaduan pada delik aduan relatif dapat dipecahkan (splitbaar).
Delik aduan relative dapat
dipisah-pisahkan/splitsbaar. Contoh : A adalah orang tua. B adalah anaknya. Dan
C adalah keponakannya. B dan C bekerjasama untuk mencuri uang di lemari A.
Dalam perkara ini jika A hanya mengadukan C saja maka hanya C sajalah yang
dituntut, sedangkan B tidak.Dari kasus di atas bisa dilihat bahwa delik aduan
relative ini seolah bisa memilh siapa yang ingin diadukan ke kepolisian. A
karena orang tua dari B, maka ia tidak ingin anaknya yaitu B terkena hukuman
pidana, dia hanya memilih C untuk diadukan, bisa karena dengan pertimbangan C
bukanlah anaknya. Namun jka kita bandingkan dengan contoh kasus pada delik
aduan absolute, dalam kasus perzinahan itu, walau si A hanya kesal dengan salah
satu pelaku perzinahan itu, ia tidak bisa hanya mengadukan orang itu saja,
karena bagaimanapun konsekuensinya, pihak lain yang terlibat juga dianggap
sebagai pelaku.Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk
dalam Delik Aduan Relatif, sebagai berikut :? Pasal 367 ayat (2) KUHP, tentang
pencurian dalam keluarga.? Pasal 370 KUHP, tentang pemerasan dan pengancaman
dalam keluarga.? Pasal 376 KUHP, tentang penggelapan dalam keluarga? Pasal 394
KUHP, tentang penipuan dalam keluarga.? Pasal 411 KUHP, tentang perusakan
barang dalam keluarga.C. Ketentuan Dalam KUHPDalam KUHPidana, mengenai delik
aduan ini diatur dalam pasal 72-75 KUHP. Dan hal-hal yang diatur dalam KUHP ini
adalah, sebaga berikut :1. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan
terhadap pihak yang dirugikan/korban yang masih berumur di bawah enam belas
tahun dan belum dewasa.2. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan,
apabila pihak yang dirugikan/korban telah meninggal.3. Penentuan waktu dalam
mengajukan delik aduan.4. Bisa atau tidaknya pengaduan ditarik kembali.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menurut
pendapat para sarjana diatas, kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah bahwa
untuk dikatakan adanya suatu delik aduan, maka disamping delik tersebut
memiliki anasir yang lazim dimiliki oleh tiap delik, delik ini haruslah juga
mensyaratkan adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan untuk
dapat dituntutnya si pelaku. Delik aduan (Klacht Delicten) ini adalah merupakan
suatu delik, umumnya kejahatan, dimana untuk penuntutan perkara diharuskan
adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan sepanjang Penuntut
Umum berpendapat kepentingan umum tidak terganggu dengan dilakukannya
penuntutan atas perkara tersebut. Alasan persyaratan adanya pengaduan tersebut
menurut Simons yang dikutip oleh Satochid adalah : “adalah karena pertimbangan,
bahwa dalam beberapa macam kejahatan, akan lebih mudah merugikan
kepentingan-kepentingan khusus (bizjondere belang) karena penuntutan
itu, daripada kepentingan umum dengan tidak menuntutnya”.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan H. Zainal
Asikin.2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
R.
Soesilo.1993.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.Bogor: Politeia
Satochid Kartanegara.Hukum
Pidana Kumpulan Kuliah Bagian II.Bandung:Lektur
Mahasiswa
Sumber
Internet:
Belum ada tanggapan untuk "Delik Aduan hukum Pidana"
Post a Comment