Tahap Pembentukan Peraturan Peundang-undangan


Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ( Perencanaan-Pengundangan-Penyebarluasan)
Disusun Oleh :
Anton Halason
Feny Chairani
Juliani
Rizki Fahrian
Sheila W. A. Siahaan

Tahap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Pembentukan norma Hukum yang bersifat umum dan abstrak (general and abstrack legal norms) berupa peraturan yang bersifat tertulis(statutory form), pada umumnya didasarkan atas beberapa hal. Pertama, pembentukannya diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar; kedua, pembentukannya dianggap perlu karena kebutuhan hukum.(Asshiddiqie, 2011: 179)

Di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, adanaya peraturan perundang-undangan yang baik akan banyak menunjang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sehingga lebih memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan negara yang kita inginkan. Sedang untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan yang baik sangat diperlukan adanya persiapan-persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam perundang-undangan dan pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut di dalam suatu peraturan perundang-undangan secar singkat tetapi jelas,dengan suatu bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis, tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimat-kalimatnya.(Maria Farida, 1998:134)
Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan, pasal 1 point 1 menyatakan, “ Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah Pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Setelah itu dinyatakan pada point 2, “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya dinyatakan pada pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden ; f. Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Proses pemebentukan peraturan perundang-undangan terdiri atas tiga tahap, yaitu :a. Proses penyiapan rancangan Undang-Undang, yang merupakan proses penyusunan dan perancangan dilingkungan Pemerintah atau dilingkungan Dewan Pewarwakilan Rakyat (dalam hal RUU Usul Inisiatif); b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di Dean Perwakilam Rakayat; c. Proses Pengesahan (oleh Presiden) dan Pengundangan (oleh Menteri Negara Sekretaris Negara atas perintah Presiden).(Maria Farida, 1998: 134)

Ø  Perencanaan Peraturan peraturan perundang-undangan
1.       UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.
Sesuai dengan ketentuan UUDNRI Tahun 1945 pasal 3 ayat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
1.Proses Penyiapan UU
            Jika RUU berasal dari presiden,maka RUU dipersiapkan presiden dan diproses oleh pembantunya dan staf ahli sesuai dengan bidang masing-masing menjadi draf RUU,kemudian diajukan kepada DPR.Jika RUU berasal dari DPR maka RUU diproses oleh panitia ad hoc DPR dan dirumuskan menjadi UU,dan selanjutnya dimasukan dalam agenda pembahasan rapat DPR.

2.Proses Pengajuan RUU
   DPR mempunyai hak inisiatif yaitu hak DPR mengajukan RUU untuk diproses dan dibahas dalam sidang DPR.Melalui permusyawaratan secara demokratis akhirnya RUU ditetapkan menjadi uu dan meminta persetujuan MPR untuk disahkan.

3.Proses Pembahasan RUU Dalam Masa Sidang DPR

   RUU yang diajukan oleh DPR atau Presiden diproses melalui permusyawaratan dalm sidang DPR antara lain sebagai berikut:
-RUU yang diusulkan diterima DPR
-DPR mengagendakan jadwal rapat pembahasan RUU dalam masa persidangan DPR
Setelah ditetapkan jadwal persidangan maka ada beberapa tambahan antara lain sebagai berikut :
-DPR menyelenggarakan sidang pleno membahas RUU
-Pembahasan RUU oleh komisi dan fraksi-fraksi di DPR
-DPR menerima saran dari masysarakat,para ahli demi kesempurnaan dan perbaikan
-Sidang pleno pengambilan keputusan,untuk menetapkan RUU menjadi UU
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPR secara reformasi memang tidak lagi mempunyai kewenangan untuk menetapkan peraturan di luar perubahan undang-undang dasar. Oleh karena itu, mulai sejak terbentuknya MPR hasil pemilihan umum tahun 2004, tidak akan ada lagi produk hukum yang berisi norma yang mengatur yang ditetapkan oleh MPR, selain dari produk hukum perubahan undang-undang.
Dalam TAP MPR No. 1/MPR/1973 pasal 102, ditentukan bahwa bentuk putusan MPR adalah sebagai berikut:
1)      Ketetapan MPR (mengikat keluar dan ke dalam Majelis);
2)      Keputusan MPR (mengikat ke dalam majelis);

Dalam tata tertib MPR tahun 1998 dan tatib MPR seterusnya (sampai sekarang) kata “keputusan” dalam kalimat norma tatib tersebut diganti dengan kata “putusan”. Sedangkan produk hukum dari putusan MPR tersebut bentuknya/wadahnya adalah “keputusan” dan “ketetapan”. Pada tahun 1999-2000 bentuk produk “putusan” MPR ditambah lagi yaitu “perubahan” UUD RI tahun 1945. Dengan demikian, semua produk pengambilan keputusan melalui persidangan MPR, disebut sebagai putusan yang dapat berbentuk (i) ketetapan, (ii) keputusan, (iii) perubahan undang-undang dasar. Namun, untuk produk hukum yang disebut ketetapan, baik yang mengikat ke dalam, maupun keluar sama-sama dapat disebut sebagai Ketetapan MPR.
Oleh sebab itu, pembedaan antara produk keputusan MPR tersebut di atas, sebaiknya dibedakan antara produk yang bersifat pengaturan dan produk yang bersifat penetapan administratif. Yang bersifat mengatur disebut dengan peraturan, sedangkan yang bersifat penetapan administratif disebut Ketetapan. Baik ketetapan maupun peraturan sama-sama dilihat sebagai produk keputusan sidang MPR. Dengan demikian, produk-produk MPR yang akan datang dapat terdiri atas:
1)      Ketetapan MPR tentang Pemberhentian Presiden/Wakil Presiden;
2)      Ketetapan MPR tentang Presiden/Wakil Presiden yang terpilih;
3)      Peraturan Tata Tertib MPR.


3.      Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
a.      Undang-Undang
Undang-Undang adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dean Perwakilan Rakyat Rakyat dengan bersama Presiden.
Proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan Program Legislasi Nasional yang merupakan perencanaan penyusunan Undang-undang yang disusun secara terpadu antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.
Selanjutnya pada tahap Persiapan, Rancangan Undang-undang (RUU) disusun oleh pihak yang mengajukan. RUU dapat diajukan oleh DPR, Presiden, maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang disusun berdasarkan Prolegnas. Khusus untuk DPD hanya dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan antara pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah . Penyusunan RUU yang berada dalam Prolegnas, diatur dalam Perpres no 68 tahun 2005.
Selanjutnya Dalam tingkat pembahasan di DPR, setiap RUU, baik yang berasal dari Pemerintah, DPR, maupun DPD dibahas dengan cara yang ditentukan dalam Keputusan DPR RI no 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya pasal 136,137, dan 138. Dalam pasal 136 dijelaskan bahwa pembahasan RUU diakukan melalui 2 tingkat pembicaraan yaitu; a. Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus; b. Pembicaraan Tingkat II, dilakukan dalam Rapat Paripurna Sebelum dilakukan pembicaraan Tingkat I dan Tingkat II, diadakan rapat fraksi. Fraksi-fraksi juga dapat mengadakan rapat dengar pendapat dengan pakar-pakar atau kelompok masyarakat yang berkepentingan untuk mencari masukan dalam membawakan aspirasi rakyat atau fraksinya.
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, diserahkan pada Presiden paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dilakukan dengan pembubuhnan tanda tangan Presiden paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama. Setelah Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui besama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, maka UU tersebut diundangkan oleh Menteri yang tugasnya meliputi peraturan perundangan agar ketentuan tersebut dapat berlaku dan mengikat untuk umum.
b.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Sesuai dengan yang dituangkan dalam pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan, “ Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang. Selanjutnya dikatakan pada pasal 22 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan, “ peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut.
Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya. Pengajuan PERPU dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang. Pembahasan rancangan undang-undang tentang penetapan PERPU dilaksanakan dengan mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang-undang. Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak PERPU.
4.      Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Dalam proses penyiapan rancangan Peraturan Pemerintah(PP), pimpinan Departemen dan lembaga Pemerintahan Non- Departemen yang bersangkutan, yaitu menteri yang memimpi Departemen ataupun Kepala Lembaga Pemerintahan Non-Departemen, dapat mengajukan prakasa kepada presiden yang memuat urgensi, argumentasi, dan pokok-pokok materi suatu masalah yang akan dituangkan ke dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut. sesuai dengan pasal 55 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011,” dalam penyusunan Rancangan peraturan Presiden, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Apabila presiden menyetujui prakarsa tersebut, atas petunjuk Presiden akan dibentuk suatu panitia Intern Departemen atau panitia antar Departemen untuk membahas dan mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan tanggapan-tanggapan yang diterima, akan diadakan suatu koordinasi dan konsultasi guna menyempurnakan Rancangan Peratuan Pemerintah itu telah dianggap baik dan sesuai dalam hal materi muatannya, Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut akan dituangkan ke dalam kertas kepresidenan dan diajukan kepada presiden untuk ditetapkan. Penetapan suatu Peraturan Pemerintah ini dilakukan dengan penandatanganan oleh Presiden dan seterusnya dilakukan pengundangan oleh Menteri Negara Sekretaris Negara.(Maria Farida, 1998:155-156)
5.      Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi(Peraturan Pemerintah) atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Sesuai dengan UU NO. 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Penyusunan Peraturan Peratuan Presiden dimuat dalam pasal pasal 12, yang menyatakan; ayat (1) Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian; ayat (2) Pengharmonisasian, Pembulatan, dan pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum; ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Peraturan Presiden di atur dalam Peraturan Presiden.
Apabila Rancangan Peraturan Presiden sudah selesai, Presiden kemudian akan menandatangani dan menetapkan Peraturan Presiden tersebut.
6.      Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kota dengan Persetujuan bersama Bupati/ Walikota.

·         Pemebentukan Perda Provinsi, Kabupaten/Kota
1.      Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pembahasan rancangan peraturan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama Gubernur atau bupati/ walikota. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tigkat pembicaraan.
Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. Ketentuanmengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah diatur dengan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2.      Penetapan/ pengesahan Rancangan Peraturan Daerah
Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. Penyampaian rancangan peraturan daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau Bupati/ Walikota.
Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak ditandatangani oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama, rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan. Dalam hal sahnya rancangan Peraturan Daerah, kalimat pengesahannya adalah, Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. Kalimat sah ini dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah.

Ø  Pengundangan dan penyebarluasan (pengumuman) peraturan perundang-undangan
Landasan hukum mengenai pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Presiden RI No. 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
Istilah Pengundangan dalam bahasa Belanda disebut “Afkondiging”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “promulgation”. Oleh karena itu, pengundangan adalah pemberitahuan secara formal suatu peraturan perundang-undangan sehingga mempunyai daya ikat terhadap masyarakat, tujuan pengundangan peraturan perundang-undangan dalam lembaran resmi adalah agar secara formal setiap orang dianggap telah mengetahuinya. Adapun isitilah “penyebarluasan” atau “pengumuman” adalah pemberitahuan secara materiil suatu peraturan perundang-undangan kepada masyarakat. Tujuannya adalah secara materiil khalayak ramai mengetahui isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya. Penyebarluasan atau pengumuman peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan melalui media elektronik, seperti Televisi Republik Indonesia, Internet seperti situs resmi DPR RI, serta media cetak yang terbit di Indonesia.(Mukhlas, 2012: 165)
Rancangan undang-undang yang telah ditandatangani oleh Presiden dikirim ke Sekretariat Negara untuk diregistrasi dan diundangkan. Agar setiap orag mengetahuinya, peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam, sebagai berikut:
1.      Lembaran Negara Republik Indonesia
2.      Berita Negara Republik Indonesia
3.      Lembaran Daerah
4.      Berita Daerah



Daftar Pustaka


Mukhlas, Oyo Sunaryo. 2012. ILMU PERUNDANG-UNDANGAN. Bandung: Pustaka Setia
Asshiddiqie, Jimly. 2011. Perihal Undang-Undang. Jakarta: Rajawali Pers
Farida, Maria. 1998. ILMU PERUNDANG-UNDANGAN. Yogyakarta: Kanisius
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Tahap Pembentukan Peraturan Peundang-undangan"

Post a Comment