Generai muda dan masa depan indonesia perspektif 4 pilar



rizkifahrian09.blogspot.com
Pendahuluan
Peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh peran pemudanya, pernyataan ini seharusnya menjadi tumbukan yang keras untuk membuat generasi muda tidak terus-menerus berpangku tangan melihat tugas yang diemban para generasi tua selanjutnya akan diserahkan kepada generasi muda.
Era reformasi yang terjadi tahun 1998 memeberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kehidupan warga negara dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini ditandai dengan sikap masyarakat terutama generasi muda yang apatis terhadap segala kegiatan yang terjadi baik dalam lingkungan bermasyarakat maupun dalam lingkungan bernegara. Mereka cenderung tak peduli dengan segala kegiatan yang terjadi dalam system pemetintahan di Indonesia. Sikap untrust ini tumbuh seiring dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang tak jarang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Sehingga muncul rasa pesimis generasi muda akan keberlangsungan Indonesia untuk tetap bisa survive mempertahankan NKRI di masa mendatang.
Bila mengacu pada pendapat Wakil Presiden RI yaitu Bapak Boediono, beliau menyatakan masalah yang di hadapi bangsa Indonesia sebagai sebuah negara sudah mengalami masalah yang sistemik. Artinya masalah yang saat ini sedang kita hadapi sudah sangat kompleks dan mendasar.
Setelah melalui lebih dari satu dekade, lebih tepatnya lima belas tahun berlangsung Era Reformasi di Indonesia kita tentunya sangat merindukan Sumber Nilai bangsa atau ideology bangsa yang pertama kali disampaikan oleh Presiden Ir. Soekarno pada sidang pertama BPUPKI tepat tanggal 1 juni 1945 yang diberi nama Pancasila, dimana terdapat cita-cita luhur serta pandangan hidup bangsa.

Dewasa ini, setalah lebih dari satu dekade kita mendengar kembali suara para pemangku jabatan untuk membuat suatu terobosan membentuk masyarakat Indonesia yang memiliki identitas dan karakter sendiri. Ide ini dikemukakan oleh seorang Negarawan mantan Ketua MPR RI yaitu Bapak Alm. Taufik Kiemas. Ide ini beliau temukan lalu beliau racik ketika masih berada di bangku perkuliahan.
Ide dan gagasan yang beliau temukan untuk membentuk masyarakat Indonesia yang memiliki identitas sendiri, diberikan nama “Empat Pilar Kebangsaan”. Empat pilar kebangsaan tersebut terdiri atas Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar ini ditujukan untuk membentuk identitas dan karakter sendiri.
1.2  Rumusan Masalah
1)      Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai Pancasila
2)      Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai UUDNRI Tahun 1945
3)      Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai NKRI
4)      Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika
5)      Generasi Muda dalam menghadapi Era Globalisasi

1.3  Tujuan
1)      Mahasiswa Memahami Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai Pancasila
2)      Mahasiswa Memahami Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai UUDNRI Tahun 1945
3)      Mahasiswa Memahami Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai NKRI
4)      Mahasiswa Memahami Generasi Muda dan Pemaknaan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika
5)      Mahasiswa Memahami Generasi Muda dalam menghadapi Era Globalisasi

BAB II Pembahasan

2.1  Generasi muda dan pemaknaan nilai-nilai pancasila
Pemuda merupakan generasi penerus yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian pendidikan generasi muda sangat penting untuk dilaksankan untuk menciptakan generasi yang berkualitas unggul dalam tujuan berbangsa, khususnya pemuda dalam menjalankan nilai-nilai yang ada dalam pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Pancasila yang ditetapkan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai luhur dan mendalam, yang menjadi pandangan hidup dan dasar negara. Niali-nilai Pancasila secara bertahap harus benar-benar diwujudkan dalam perilaku kehidupan negara dan masyarakat khususnya pada pemuda sebagai generasi bangsa dan negara Indonesia. Pemuda yang dilihat dari tinjauan pendagogik mengatakan bahwa pemuda identik dengan pemberontakan, berani tapi kurang perhitungan, dinamis tapi kurang terarah, bergairah tapi asal, serta antusis tapi perlu bimbingan. Oleh sebab itu, maka penting untuk memaknai nilai-nilai pancasila tersebut untuk menjadikan pemuda  sebagai generasi yang memiliki keberanian dan bertanggung jawab dan juga sebagai pemuda yang memiliki jiwa nasionalisme.
Nilai-nilai yang terkandung   dalam pancasila menurut Setiadi adalah sebagai berikut(1):
Dalam sila I Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai-nilai religius antara lain:
·         Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya yang maha sempurna, yakni Maha Kasih, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan sifat suci lainnya.
·         Ketaqwaan terhadapa Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya.
·          Nilai sila ini meliputi dan menjiwai sila-sila II,III,IV, dan V
Dalam sila II kemanusiaan yang adil dan beradab, terkandung nilai-nilai kemanusiaan antara lain:
·         Pengakuan terhadap adanya martabat manusia,
·         Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia
·         Pengertian manusia yang beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan,
·         Nilai sila II meliputi dan menjiwai Sila III, IV, V
Dalam sila III yang berbunyi persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan Indonesia, antara lain:
·         Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mencakup seluruh wilayah Indonesia,
·         Bangsa Indonesia adalah persatuan bangsa yang mencakup seluruh wilayah Indonesia,
·         Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia 
·         Pengakuan terhadap ke Bhineka Tunggal Ika –an suku bangsa dan kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun tetap satu) yang memberikan arah pembinaan kesatuaan bangsa
·         Nilai sila III menjiwai sila IV dan V
Dalam sila IV kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan terkandung nilai kerakyatan, antara lain:
·         Kedaulatan negara adalah ditangan rakyat,
·         Pemimpin kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi oleh akal sehat
·         Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama,
·         Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam prmusyawaratan wakil-wakil rakyat,
·         Nilai sila IV mnjiwai sila V
Dalam sila V keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial, antara lain:
·         Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia,
·         Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan pertahanan keamanan nasional
·         Cita-cita masyarakt adil dan makmur secara materil dan spritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia
·         Keseimbangan antara hak dan kewajiaban, dan menghormati hak orang lain
·         Cinta akan kemajuan dan pembangunan
·         Nilai V ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III, dan IV.
Dari nilai-nilai pancasila di atas, maka timbullah pertanyaan yakni apakah nilai-nilai tersebut di atas sudah diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat terkhusus pada pemuda sebagai generasi penerus bangsa Indonesia? Melihat kenyataan sekarang ini, bahwa pemuda sudah banyak yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, seperti nilai persatuan Indonesia yang saat ini sudah semakin menipis. Banyak masyarakat sekarang yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya atau yang memiliki SARA yang sama dengannya sehingga yang nilai persatuan tersebut semakin menipis. Pada hal, masa depan Indonesia sangat bergantung pada potensi yang dimiliki oleh pemuda sebagai generasi penerus yang akan memimpin negara Indonesia. Oleh sebab itu, maka penting untuk menanamkan arti pentingnya nilai-nilai pancasila kepada generasi muda.
v  Penanaman Peran Penting Pancasila terhadap Generasi Muda
Penanaman pancasila dapat dilakukan dalam berbagai lapis kehidupan. Misalnya dalam kehidupan politik. Pengembangan politik negara terutama dalam dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dan esensinya, sehingga praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera di akhiri.
Untuk menanamkan ideologi Pancasila yang kuat, hendaknya dilakukan sejak dini. Tidak dipungkiri, pendidikan berperan penting. Pendidikan dimulai sejak dari keluarga. Keluarga, terutama orangtua hendaknya mendidik dan membimbing anak-anaknya tentang nilai-nilai Pancasila. Di lingkungan sekolah, banyak hal yang bisa dilakukan. Misalnya dengan memasukkannya dalam sistem kurikulum. Pancasila tidak hanya ditanamkan secara kognitif. Dalam arti bahwa nilai Pancasila disajikan dalam bentuk-bentuk materi dalam mata pelajaran khusus, seperti Pendidikan Pancasila misalnya. Nilai-nilai tersebut juga bisa diaplikasikan dalam mata pelajaran lainnya secara afektif. Misalnya dengan membiasakan disiplin, jujur, saling menghargai dan menghormati, dll.
Kita sebagai bangsa Indonesia, terlebih sebagai pemuda Indonesia harus mengamalkan ajaran Pancasila, yaitu dengan cara menanamkan nilai-nilai Pancasila secara terus-menerus, mendalam, dan sesuai perkembangan jaman. Generasi muda akan lebih memahami arti bernegara dan kehidupan yang saling toleransi dalam kemajemukan bangsa apabila generasi muda memiliki pemahaman yang benar tentang Pancasila. Selain itu, pemuda juga perlu meningkatan pendidikan norma agama, adat-istiadat, dan bimbingan dari orang tua, sehingga tata sopan santun tersebut dapat ditanamkan dan diajarkan pada para generasi muda bangsa Indonesia.
Pengamalan dari nilai-nilai Pancasila pun sesungguhnya cukup mudah dilakukan oleh generasi muda, yaitu dengan cara mengembangkan sikap saling hormat menghormati antar pemeluk agama yang sama maupun berbeda, tidak beperilaku semena-mena terhadap orang lain, membantu teman yang terkena musibah sesuai kemampuan, menghargai produk dalam negeri, melakukan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan, mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan, dan lain sebagainya.
2.2  Generasi muda dan Pemaknaan nilai-nilai UUDNRI Tahun 1945

UUD Negara Republik Indonesia sebagai konstitusi negara memiliki kedudukan dan peranan yang penting, bahkan dapat dikatakan “tidak ada negara tanpa konstitusi, atau tanpa konstitusi negara tidak pernah lahir”. Terkait dengan peran penting sebuah konstitusi bagi negara maka UUDNRI Tahun 1945 mempunyai kedudukan yang penting karena secara konsepsional memuat pandangan-pandangan filosofis, yuridis, sosiologis dan politis tokoh-tokoh bangsa yang telah disepakati dan diidealkan untuk melandasi pengelolaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam pasal 1 ayat (3) UUDNRI tahun 1945 menegaskan, “ Negara Indonesia adalah negara hukum “. Pasal ini menegaskan tentang Supremasi Hukum di Indonesia, artinya Negara Indonesia adalah negara hukum bukan hanya negara berdasar hukum. Prinsip itu menegaskan bahwa tidak ada pihak, termasuk Pemerintah, yang tidak dapat dituntut berdasarkan hukum. Kekuasaan kehakiman ditegaskan merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pembentukan lembaga-lembaga negara baru dalam bidang kekuasaan kehakiman, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial adalah untuk menegakkan kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Era reformasi menjadi suatu pembuktian kaum generasi muda untuk menunjukkan sikap kritisnya akan melek hukum, hal ini terlihat jelas pada tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh komponen bangsa termasuk mahasiswa dan pemuda. Tuntutan itu antara lain :
1) Amandemen (perubahan) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Penghapusan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
3) Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
4) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah).
5) Mewujudkan kebebasan pers.
6) Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Tuntutan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang digulirkan oleh Pemuda, Mahasiswa, dan berbagai elemen bangsa didasarkan pada pandangan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dianggap belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM. Selain itu di dalamnya terdapat pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup, dan KKN yang menimbulkan merosotnya kehidupan nasional di berbagai bidang kehidupan(2).

2.3 Generasi muda dan Pemaknaan nilai-nilai NKRI

Pasal 1 ayat (1) UUDNRI tahun 1945 menegaskan : “ Negara Indonesia ialah Negara kesatuan, yang berbentuk republik. Namun apa daya letak geografis yang berbentuk kepulauan membuat pemerintah “kelabakan” dalam menjaga kedaulatan negara. Jumlah armada Tentara Nasional Indonesia beserta alutsistanya masih belum cukup memadai dalam menjaga apalagi mempertahankan kedaulatan negara.
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia ialah “Melawan Bangsanya sendiri”. Dalam hal ini jauh sebelumnya bung karno telah memprediksi akan terjadinya hal tersebut, hal ini dikutip dari isi pidato beliau yaitu “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Bagaimana tidak, sikap pemerintah yang dianggap “pilih kasih” dalam mengambil kebijakan membuat sebagaian rakyat gerah dan geram sehingga melahirkan gerakan-gerakan separatis atau gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI.
Sebut saja Republik Maluku Selatan, Gerakan Aceh merdeka, Organisasi Papua merdeka. Ini hanya sebagian kecil contoh gerakan-garakan yang dilatarbelakangi sikap diskriminatif pemerintah Indonesia.

Pemuda menjadi elemen yang sangat rentan terhadap pemberian doktrin-doktrin untuk melakukan tindakan-tindakan separatis melalui cara pengkotak-kotakkan suara (Primordial) baik suku, ras maupun yang bersifat radikal. Sebagai bangsa yang dikaruniai Multikultural, syogyanya pemuda harus mengedepankan sikap tolerasi serta meminimalisir pergesekan-pergesekan yang terjadi antar sesama untuk tercapainya NKRI, karena mengingat sejarah tanggal 28 oktober 1928, Pemuda Indonesia telah mengikrarkan dan menyatakan bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan. Sikap optimistis menjadi hal urgen dalam kelangsungan kehidupan pemuda dalam berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang disampaikan oleh Bung karno dalam pidatonya yaitu : “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka”. (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno).
2.4  Generasi muda dan Pemaknaan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika
Bunyi lengkap dari ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV di masa Kerajaan Majapahit. Dalam kitab tersebut Mpu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua). Nama Mpu Tantular sendiri terdiri dari tan (tidak) dan tular (terpangaruh), dengan demikian, Mpu Tantular adalah seorang Mpu (cendekiawan, pemikir) yang berpendirian teguh, tidak mudah terpengaruh oleh siapa pun)(3).
Ungkapan dalam bahasa Jawa Kuno tersebut, secara harfiah mengandung arti bhinneka (beragam), tunggal (satu), ika (itu) yaitu beragam satu itu. Doktrin yang bercorak teologis ini semula dimaksudkan agar antara agama Buddha (Jina) dan agama Hindu (Siwa) dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab hakikat kebenaran yang terkandung dalam ajaran keduanya adalah tunggal (satu). Mpu Tantular sendiri adalah penganut Buddha Tantrayana, tetapi merasa aman hidup dalam kerajaan Majapahit yang lebih bercorak Hindu(4).
Dalam mengelola kemajemukan masyarakat, Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Negara Barat relatif masih baru mewacanakan hal ini, sebelum dikenal apa yang disebut dengan multikulturalisme di Barat, jauh berabad-abad yang lalu bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah “Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga membuktikan bahwa semakin banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka semakin toleran bangsa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”.
Sebagai contoh, negara-negara Islam di wilayah Asia dan Timur Tengah, seperti Mesir, Palestina, dan Lebanon yang sejak awal menerima warisan kemajemukan masyarakatnya yang lebih heterogen, jauh lebih toleran dan ramah sikap keagamaannya bila dibandingkan dengan Arab Saudi, Yaman, dan Pakistan yang masyarakatnya sangat homogen dalam bidang agama(5).
Negara Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai pulau Rote tampak berjajar pulau-pulau dengan komposisi dan kontruksi yang beragam. Di pulau-pulau tersebut berdiam penduduk dengan ragam suku bangsa, bahasa, budaya, agama, adat istiadat, dan keberagaman lainnya ditinjau dari berbagai aspek. Secara keseluruhan, pulau-pulau di Indonesia berjumlah 17.508 buah pulau besar dan kecil, memiliki kebhinnekaan suku yang berjumlah lebih dari 1.128 (seribu seratus dua puluh delapan) suku bangsa dan lebih dari 700 bahasa daerah Dengan jumlah penduduk lebih dari 237.000.000 (dua ratus tiga puluh juta) jiwa yang tinggal tersebar di pulau-pulau di Indonesia.
Saat ini, semangat Bhinneka Tunggal Ika terasa luntur, banyak generasi muda yang tidak mengenal semboyan ini, bahkan banyak kalangan melupakan kata-kata ini, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Selain karena lunturnya semangat tersebut, adanya disparitas sosial ekonomi sebagai dampak dari pengaruh demokrasi. Akibat dari keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan fanatisme asal daerah.
Dewasa ini banyak faktor yang menyebabkan toleransi kian memudar dari kehidupan masyarakat. Di era globalisasi ini, banyak kecenderungan antar individu bersikap saling curiga yang apabila hal ini dibiarkan akan memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Itulah artinya toleransi, yang berasal dari kata “tollere” (bahasa Latin) yang berarti mengangkat, sikap yang memperlihatkan kesediaan tulus untuk mengangkat, memikul, menopang bersama perbedaan yang ada. Dengan demikian, toleransi meniscayakan sikap menghargai harus aktif dan dimulai dari diri sendiri. Jadi, dengan toleransi bukan orang lain yang terlebih dulu harus menghargai kita, melainkan kita sendirilah yang harus memulai untuk menghargai orang lain. Akan tetapi tidak berhenti di situ saja, sebab toleransi akan menjadi bermakna jika ia diikuti juga oleh pihak lain, sehingga sifatnya menjadi dua arah dan timbal-balik.

2.5  Generasi muda dalam Menghadapi era Globalisasi
v  Pengertian Globalisasi
Secara   etimologis, kata globalisasi diambil dari kata globe, yang berarti bola dunia. Kemudian kata ini berubah menjadi global, yang diartikan sebagai universal atau keseluruhan yang saling berkaitan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, globalisasi adalah proses masuk ke ruang lingkup  dunia(6).
Menurut Michael Haralambos dan Martin Holborn, Globalisasi adalah suatu proses yang didalamnya batas-batas negara luluh dan tidak penting lagi dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain setiap orang dibelahan dunia dapat berhubungan dan berkomunikasi tanpa dibatasi oleh oleh batas waktu ataupun batas yurisdiksi negaranya.
Globalisai menjadi suatu fenomena yang sulit dibendung kehadirannya, globalisasi layaknya seperti  negara berada di dalam arus air bah yang datang tanpa diketahui awal dan tidak pula diketahui kapan akan berakhirnya proses tersebut. Layaknya seperti air bah, maka siapa yang mau untuk tetap bisa bertahan terhadap segala pengaruh ataupun dampak-dampak dari air bah tersebut haruslah giat untuk mencari pegangan-pegangan berupa ranting-ranting yang setidaknya dapat menopang untuk tidak terus terbawa oleh arus air bah.
Dengan beberapa pengertian dan analogi diatas, terdapat beberapa makna yang terkandung dalam globaliasi, antara lain :
Ø  Internasionalisasi
Ø  Universalisasi
Ø  Liberalisasi
Ø  Westernisasi
v  Antisipasi Pemuda dalam menghadapi Globalisasi
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwasanya globalisasi adalah gejala yang sulit dibendung kehadirannya. Lalu bagaimanakah generasi muda dapat memilah-milah ataupun meyaring segala pengaruh yang terdapat dalam proses globalisasi.
Pemuda cendenrung memiliki sikap untuk mengikuti setiap perkembangan zaman, baik dalam hal mode berpakaian, menggunakan gadget yang terbaru serta selera dalam memilih makanan. Hal inilah yang menjadi langkah awal lunturnya kepribadian atau identitas diri generasi muda yang secara tidak langsung mereka rasakan telah masuk dan berkembang di dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu apakah karena dampak yang begitu besar dalam kehidupan generasi muda, lantas kita berpangku tangan tanpa mencari apa solusi untuk bisa menerima globalisasi tetapi kita tidak perlu hanyut di dalamnya?
Generasi muda patutnya berbangga hati karena mereka lahir dan tumbuh di bumi Indonesia yang tak habis-habisnya membuat decak kagum masyarakat dunia. Argument ini terntunya beralasan kuat, alasan yang paling utama yaitu karena Indonesia memiliki system nilai yang belum tentu dimiliki oleh negara lain. Sistem nilai tersebut dikumandangkan oleh presiden pertama Republik Indonesia Pada sidang pertama BPUPKI Tanggal 1 Juni 1945 dan diberi nama Pancasila.
System nilai yang diberi nama pancasila tersebut ternyata tidak murni hasil pemikiran para founding fathers Indonesia. Karena system nilai ini telah ada jauh sebelum Indoneia merdeka, tepatnya pada abad ke XIV. Pancasila pertama kali ditemukan di dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular yang berisi lima nilai dasar tingkah laku atau perintah kesusilaan.
Generasi muda seyogyanya dapat membendung kehadiran globaliasi melalui pemahaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila serta dengan lebih menghargai nilai-nilai, kearifan lokal dan budaya asli bangsa Indonesia. Karena bila kita mengingat pesan yang disampaikan IR. Soekarno dalam pidatonya pada peringatan HUT Proklamasi tahun 1966 yaitu : “Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong” (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno).

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan
Peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh peran pemudanya, pernyataan ini seharusnya menjadi tumbukan yang keras untuk membuat generasi muda tidak terus-menerus berpangku tangan melihat tugas yang diemban para generasi tua selanjutnya akan diserahkan kepada generasi muda.
Generasi tua memiliki tanggung jawab untuk membentuk generasi muda untuk menjadi generasi emas yang dapat mngemban tugas untuk melanjutkan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara baik berupa ide ataupun sebuah gagasan.
Ide dan gagasan tersebut dirancang dan disosialisasikan Oleh MPR-RI untuk membentuk masyarakat Indonesia yang memiliki identitas sendiri, yang diberikan nama “Empat Pilar Kebangsaan”. Empat pilar kebangsaan tersebut terdiri atas Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar ini ditujukan untuk membentuk identitas dan karakter sendiri yang diharapkan generasi muda dapat membendung datangnya pegaruh-pengaruh dari luar dengan cara menyesuaikan dan tidak menerima secara keseluruhan.
3.2 Saran
Sebagai generasi muda yang dijadikan sebagai cermin bangsanya, soyogyanya generasi muda dapat menerima pepatah cina yang menyatakan “ di langit ada surga, dibumi ada hanchou ( kota kebanggaan masyarakat tiongkok dengan keindahannya, dan di hati ada kepercayaan(7). Generasi muda sebagai penerus pelaksanaan kegiatan berbangsa dan bernegara. Harusalah memiliki rasa percaya diri dan optimis untuk menyongsong masa depan bangsa .

Daftar Pustaka


Setiady, Elly M. 2003. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Gramedia

Suhandi, Sigit, “Bhinneka Tunggal Ika Maha Karya Persembahan Mpu Tantular

Maarif, Ahmad Syafii, ”Bhinneka Tunggal Ika Pesan Mpu Tantular Untuk Keindonesiaan Kita”, Makalah dalam Lokakarya Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta: MPR RI, 17-19 Juni 2011.

Noorsena Bambang, “Bhinneka Tunggal Ika; Sejarah, Filosofi, dan Relevansinya sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Makalah dalam Lokakarya MPR RI, Jakarta: 17-19 Juni 2011.

Taupan, M, 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Yrama Widya

Bahan materi sosialisasi 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.pdf

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Generai muda dan masa depan indonesia perspektif 4 pilar"

Post a Comment